Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang
permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir
Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia
merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang
menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan
permaisuri," pikirnya.
Selir baginda, berkomplot dengan
seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera
dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun
dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda
sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan
tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri
yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak
mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda.
"Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda
bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja,
sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja
menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan,
lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras
tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah
berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik
bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm, rajawali itu
baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku." Setelah 3 minggu,
telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam
itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu
keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...".
Cindelaras sangat takjub mendengar
kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras
menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita
ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir
baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh
ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang
menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.
"Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya.
"Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan
Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita tentang kehebatan ayam
Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu.
Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras.
"Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak
ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir
baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika
ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya
menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan
gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan
ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan
ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi,
siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras
segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama
ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di
tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan
itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam
Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar
Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera
menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada
permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden
Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,"
lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan.
Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah
itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya
Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden
Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah
negerinya dengan adil dan bijaksana.
0 komentar:
Posting Komentar