1. Penyebarannya dilakukan secara lisan (oral),
dari mulut ke mulut (diceritakan).
2. Pengembangannya statis, perlahan-lahan, serta
terbatas kepada kelompok-kelompok tertentu.
3. Pengarang umumnya tidak diketahui
(anonim).
4. Berkembang dalam banyak versi akibat cara
penyebarannya yang disampaikan secara lisan.
5. Ditandai ungkapan-ungkapan klise (formulazired).
Misalnya, menggambarkan kecantikan seorang putri dengan ungkapan seperti bulan
empat belas, menggambarkan kemarahan seorang tokoh
dengan ungkapan seperti ulat berbelit-belit atau diawali: Syahdan, Hatta, Pada
suatu hari,Alkisah.
6. Berfungsi kolektif yaitu sebagai media
pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan
terpendam.
7. Bersifat prologis, yakni mempunyai lokasi tersendiri yang
tidak sesuai dengan logika umum.
8. Merupakan milik bersama dari kolektif tertentu.
9. Bersifat statis, artinya jumlah karya Melayu
klasik tidak mengalami perkembangan.
10. Bersifat istana sentris, artinya bercerita
tentang para bangsawan, dan dewa-dewa dan fantastik.
11. Cenderung dipengaruhi budaya Arab (Islam) dan Hindu. Satra
Melayu klasik merupakan cerminan masyarakat lama. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam karya itu adalah cerminan kondisi masyarakat lama saat itu. Ada
nilai-nilai yang sering dimunculkan dalam sastra lama, antara lain :
- Nilai religius : nilai kepercayaan kepada Sang Maha Pencipta.
- Nilai sosial : nilai yang mencerminkan norma-norma berinteraksi terhadap sesama.
- Nilai moral (etika) : nilai yang berkaitan dengan norma baik dan buruk yang berlaku dalam masyarakat.
- Nilai estetis : nilai keindahan yang terungkap dalam bersastra.
- Nilai budaya : nilai yang berkaitan dengan adat-istiadat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu.
Tidak
berbeda dengan proses sastra modern, sastra Melayu klasik juga dibangun dari
unsur :
1.
Tema
2.
Penokohan
3.
Alur
4.
Setting
5.
Point
of viuw
6.
Amanat
7.
Dan unsur lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar